Orangtuamu berkomunikasi selalu menggunakan bahasa daerah untuk berkomunikasi.Padahal kamu tidak mengerti dengan bahasa daerah tersebut! - 14271898 Jaswin Jaswin 07.02.2018 Memang ini proses yang dibilang sulit namun harus dilakukan sebagai cerminan untuk menghargai bahasa daerah asal dan orang tua.

JAWABANkita harus tetap menghargai nya dan tepa mendengarkanPENJELASkarena kita harus menghormatu orangtua waluwpun mengunakan bahasa daerah yang tidak bisa kita ketahui
\n \n \n orang tuamu selalu menggunakan bahasa daerah untuk berkomunikasi
Pendatangdari luar Sumatera Selatan terkadang juga menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari dalam keluarga atau komunitas kedaerahan, seperti pendatang dari Pulau Jawa dan daerah-daerah lain di Indonesia. Namun untuk berkomunikasi dengan warga Palembang lain, penduduk umumnya menggunakan Bahasa Palembang sebagai bahasa pengantar Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Indonesia sendiri memiliki banyak kekayaan budaya salah satunya adalah bahasa daerah, sebagian besar masyarakat di Indonesia menjadikan bahasa daerah sebagai bahasa ibu, Bahasa daerah di Indonesia memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda sehingga bahasa daerah bisa menjadi suatu ciri khas suatu daerah tersebut. Indonesia memiliki 718 bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Data tersebut berdasarkan kajian dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah divalidasi di daerah pengamatan sejak 1991 hingga 2019. Berdasarkan wilayahnya, Papua menjadi provinsi dengan bahasa daerah terbanyak di pemerintah daerah dalam pelestarian bahasa daerah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 2009, Pasal 42, Ayat 1, bahwa Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman, dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Sehubungan dengan itu, upaya pelindungan bahasa-bahasa tersebut, terutama pada bahasa-bahasa yang statusnya kritis dan terancam punah, pada tahun 2016, Kemendikbud telah melakukan kegiatan konservasi dan revitalisasi terhadap 6 bahasa, seperti di Maluku bahasa Hitu dan bahasa Tobati di Papua. Tanpa upaya pelindungan, baik dalam bentuk konservasi maupun revitalisasi yang baik, bahasa yang merupakan akumulasi pengetahuan manusia selama berabad-abad akan hilang, bahkan juga tanpa dokumentasi. Saat ini perhatian terhadap bahasa daerah masih belum maksimal, masih terdapat beberapa daerah yang bahasa Ibunya terancam punah. Ini perlu kita giatkan kembali dan kita dorong kembali peran pemerintah daerah dalam melakukan pelestarian bahasa Ibu di daerahnya. Seharusnya muatan lokal tetap dipertahankan di sekolah yang ada di Indonesia, sudah banyak di temui sekolah-sekolah yang tidak terdapat muatan lokalnya, seharusnya adanya muatan lokal di sekolah dapat di manfaatkan dengan baik untuk mengembangkan dan melestarikan budaya-budaya daerah di Indonesia. Bahasa daerah yang menjadi suatu kekayaan suatu bangsa tanpa kita sadari perlahan mulai lenyap di negeri ini. Semua ini dapat terjadi karena kurang kesadaran masyarakat terhadap bahasa daerah sendiri, sebagai contoh banyak anak muda sekarang yang merasa gengsi menggunakan bahasa daerahnya sendiri mereka lebih memilih menggunakan bahasa-bahasa gaul atau bahasa yang menurut mereka lebih keren untuk di gunakan di kehidupan harus bisa mengubah pola pikir mereka terhadap bahasa daerah salah satunya adalah dengan peran orang tua, sebelum orang tua tersebut memberikan pemahaman tentang bahasa daerah dan mengajarkan pada anak-anak mereka, orang tua harus memiliki tekad dan kemauan untuk melestarikan bahasa daerah tersebut sebagai usaha melestarikan bahasa kali penutur asli atau pengguna bahasa ibu bahasa daerah menganggap menurunkan bahasa daerah ke generasi berikutnya kurang penting, lebih penting mendorong anak-anaknya mempelajari bahasa asing, lambat laun generasi penerus akan tidak mengetahui bahasa daerahnya orang dari satu wilayah ke wilayah lain juga dapat mempengaruhi hilangnya bahasa daerah karena ketika mereka sudah tidak menggunakan bahasa daerah mereka, hal itu akan membuat bahasa daerah akan mati dengan sendirinya. Selain itu penyebab lainnya adalah bahasa daerah hidup berdampingan dengan bahasa Nasional yakni Indonesia dan bahasa asing. Satu sama lain terjalin kontak sosial yang memengaruhi bahasa-bahasa yang digunakan. Bahasa yang kuat akan bertahan dan mempersempit ruang gerak bahasa-bahasa lain yang eksistensinya lemah. Badan pengembangan dan pembinaan bahasa di Indonesia memiliki slogan yaitu utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing. Tetapi dari slogan tersebut hanya utamakan bahasa Indonesia dan kuasai bahasa asing yang terlaksana, kita dapat melihatnya dari anak-anak di sekitar kita mereka sangat lancar berbahasa Indonesia dan mereka dapat memahami bahasa asing dari film yang mereka tonton, tetapi mereka tidak memahami atau mengetahui bahasa daerahnya, seringkali saya melihat kakek yang bertanya kepada cucunya kakek tersebut bertanya menggunakan bahasa daerah dan cucunya menjawab dengan bahasa Indonesia dan si kakek pun tidak tahu apa yang cucunya bicarakan karena minimnya pengetahuan tentang bahasa Indonesia, dapat dilihat bahasa daerah pun masih penting dalam kehidupan bermasyarakat di suatu pentingnya peran orang tua dalam melestarikan bahasa daerah yang di zaman ini mulai hilang di kehidupan bermasyarakat, orang tua tidak perlu khawatir anaknya akan gagap berbahasa Indonesia dikarenakan sejak dini dibiasakan menggunakan bahasa daerah, karena lambat laun anak akan cepat belajar berbahasa Indonesia di lingkungan sekolah karena di sekolah selalu menggunakan bahasa Indonesia. 1 2 Lihat Bahasa Selengkapnya Saturday 22 Ramadhan 1443 / 23 April 2022. Menu. HOME; RAMADHAN . Kabar Ramadhan; Puasa Nabi; Tips Puasa; Kuliner
- Setiap lebaran tiba, rumah saya yang terletak di salah satu kecamatan di ujung selatan Jawa Barat selalu dipenuhi para kemenakan. Sebagian telah duduk di sekolah menengah pertama, sebagian lagi masih di sekolah dasar. Mereka berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, baik dengan orang tua maupun dengan sesama saudara sepupu. Orang tua mereka hampir seratus persen penutur bahasa Sunda. Namun tak seorang pun dari para kemenakan itu yang fasih berbahasa Sunda. Sebagai paman, mereka memanggil saya “om”, alih-alih “mang”. Bagaimana dengan para tetangga? Setali tiga uang. Dulu, saat saya seusia mereka, kondisinya terbalik. Jika saya dan teman-teman ada yang berbicara bahasa Indonesia di luar jam pelajaran sekolah, pasti diolok-olok. Dianggap meniru gaya orang kota. Di rumah, bahasa yang orang tua kami gunakan untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya adalah bahasa Sunda. Ada proses pewarisan bahasa daerah, bahasa ibu, atau bahasa sékésélér, yang kiwari mulai ditinggalkan para pasangan muda saat berkomunikasi dengan anak-anak mereka. Kondisi serupa terjadi juga di Kabupaten Flores Timur. Beberapa kawan yang berasal dari Larantuka dan Solor menceritakan tentang proses komunikasi dengan anak-anak mereka yang mayoritas menggunakan bahasa Indonesia, alih-alih menggunakan bahasa Lamaholot. Proses pewarisan terputus. Anak-anak hanya memungut bahasa daerah dari lingkungan di luar rumah. Kemahiran berbahasa daerah semakin merosot. Jika membaca catatan Ajip Rosidi, orang yang telaten dalam menjaga dan mengembangkan bahasa Sunda, dalam Kudu Dimimitian di Imah 2014, rupanya fenomena ini bukan hal baru. Sekali waktu ia memenuhi undangan acara syukuran kawannya di Jakarta yang ia sebut “Ki Silah”, yang ia kenal sejak 1956 saat diadakan Kongres Pemuda Sunda. Adik kawannya itu bertahun-tahun menulis situasi politik dan sosial di majalah Manglé yang berbahasa Sunda. Sebagaimana pengakuan kawannya, kakak-beradik itu dibesarkan di lingkungan Paguyuban Pasundan. Namun Ajip merasa heran saat acara syukuran itu memutar video yang berisi riwayat hidup singkat “Ki Silah” yang dibuat oleh anak kawannya tersebut. Dalam video muncul nama Ramadhan Sastrawan asal Cianjur itu tidak ditulis “Ramadhan Karta Hadimadja”, melainkan “Kiai Haji Ramadhan”. Kemudian saat anak pertama kawannya itu berpidato menghaturkan terima kasih kepada ayahnya, ia menggunakan bahasa Inggris. Juga kedua adiknya yang berbicara menggunakan bahasa Indonesia yang bercampur dengan bahasa Inggris. Di titik itu Ajip bertanya-tanya. Kenapa kawannya yang lahir dan hidup dalam lingkungan pergerakan Sunda, juga pernah ditahan selama hampir empat tahun gara-gara terlibat dalam gerakan kesundaan yang berseberangan dengan pemerintah, tidak menanamkan kesundaan, terutama dalam bahasa, kepada anak-anaknya. Sebagian kawannya yang lain mengatakan kepadanya bahwa hal itu terjadi karena mereka lama hidup di luar negeri saat “Ki Silah” menjadi diplomat. Namun alasan itu buru-buru Ajip bantah, sebab kawannya yang lain yang juga lama bertugas sebagai diplomat, malah anak-anaknya lahir di Perancis, semuanya mampu berbahasa Sunda. Ketakutan dan Tidak Mangkus “Apakah Ki Silah menjadi jera menggeluti kesundaan setelah dipenjara selama hampir empat tahun? Kemudian menyingkirkan segala rupa yang berbau Sunda?” tanya Ajip. Pertanyaan itu bisa jadi jawabannya “ya”, sebagai cara bertahan hidup “Ki Silah” atas masa lalunya yang berseberangan dengan pemerintah, yang kemudian ia bisa berkiprah di Kementerian Luar Negeri. Dalam konteks yang agak berbeda, orang-orang Minangkabau merevolusi tipe nama mereka setelah kegagalan PRRI. Namun intinya sama ada kompromi yang mengorbankan akar tradisi. Kita tahu, alasan ketakutan seperti contoh di atas tak dapat dilekatkan ke dalam konteks kiwari dalam penolakan menggunakan bahasa daerah. Perkara lain yang paling memungkinkan dijadikan alasan oleh para orang tua adalah soal keefektifan. Anak-anak menghabiskan sebagian hidup di sekolah dan lingkungan pergaulan mereka. Bahasa pengantar di sekolah adalah bahasa Indonesia. Sementara di lingkungan pergaulan—khususnya dalam kasus bahasa Sunda—meski para orang tua mereka penutur bahasa Sunda, proses pewarisannya terputus, sehingga mereka lagi-lagi menggunakan bahasa Indonesia. “Tidak mangkus,” ujar seorang kawan asal Bandung, beristri orang Bandung, dan tinggal di Jakarta, soal tak digunakannya bahasa Sunda dalam berkomunikasi dengan anaknya. Alasan tersebut masuk akal. Sah-sah saja jika ia menghindari kerepotan mengajarkan bahasa Sunda, di tengah keseharian yang hampir sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia. Lagi pula, jika mengacu pada hasil penelitian Jérôme Samuel dalam Kasus Ajaib Bahasa Indonesia? Pemodernan Kosakata dan Politik Peristilahan 2008, bahasa daerah memang kalah bersaing dengan bahasa Indonesia. Fungsinya juga semakin terbatas, terutama dalam tulisan. Pada masa kolonial bahasa daerah hadir dalam pelbagai bidang seperti kesusastraan daerah, terjemahan kesusastraan dari bahasa Melayu dan bahasa Barat, pengajaran ilmu hitung, sejarah, ilmu bumi, ilmu pendidikan, ilmiah populer kesehatan, atau teknik listrik, mekanik. Namun sejak 1945 penggunaannya semakin terbatas. Pers yang mempertahankan penggunaan bahasa daerah hampir semuanya sekarat. Lagu-lagu pop daerah lebih lebih dekat ke ragam lisan daripada tulisan. Sejumlah sensus menyiratkan bahwa sejak awal kemerdekaan, bahasa Indonesia berkembang tanpa menyebabkan kemunduran bahasa-bahasa daerah. Sehingga kedwibahasaan seolah-olah menjadi norma dalam kemampuan berbahasa di Indonesia. “Akan tetapi, pernyataan tentang bahasa-bahasa daerah ini banyak berlandas pada gambaran resmi sesaat yang ketepatannya sulit diukur, sementara pengamatan di lapangan menunjukkan kenyataan yang berbeda […] Terjadi kemunduran bahasa-bahasa daerah, baik di wilayah-wilayah tepian ataupun yang lebih dekat pusat,” tulis Samuel. Jika ditimbang dari sudut tersebut, soal penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa ibu dalam percakapan di keluarga, pada akhirnya tergantung kepada sesuatu yang lebih bersifat emosional, yaitu perasaan terhubung dengan sékésélér atau leluhur. Contoh untuk kondisi ini telah disinggung sebelumnya, tentang keluarga diplomat asal Sunda yang bertugas di Perancis dan tetap menggunakan bahasa Sunda di rumah. Tak ada pertimbangan keefektifan, juga tak ditakar oleh mangkus tidaknya bahasa tersebut. “Anaknya yang paling besar berkata kepada saya, bahwa sebetulnya bahasa utama mereka adalah bahasa Perancis sebab lahir, tumbuh, dan sekolah di Paris, tapi karena [orang tua dan saudara-saudaranya] di rumah menggunakan bahasa Sunda, ia pun mampu menggunakan bahasa tersebut,” imbuh Ajip. Gengsi dan Kekenesan Dalam masyarakat dwibahasa, fungsi bahasa galibnya memang berbeda-beda. Dan seperti dituturkan sebelumnya, di Indonesia bahasa daerah memiliki fungsi yang lebih rendah daripada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Hal ini kemudian melahirkan prestise berbahasa yang berbeda-beda. “Lazimnya, orang merasa berprestise tinggi jika dia dapat berbahasa Inggris dengan baik, yakni bahasa yang memiliki fakta keinternasionalan. Sebaliknya, orang merasa berprestise rendah jika hanya dapat berbahasa daerah,” tulis R. Kunjana Rahardi dalam Dimensi-dimensi Kebahasaan Aneka Masalah Bahasa Indonesia Terkini 2006. Ia menambahkan, kenyataan berbahasa seperti itu bukan hanya di Indonesia, tapi juga terjadi di negara-negara Eropa terhadap bahasa patois atau variasi lokal suatu bahasa yang bersifat nonstandar. Menurutnya, bahasa ini tidak terpelihara, tidak terkultivasi, dan tidak dikembangkan secara baik, serta hanya dipakai masyarakat kelompok bawah. “Bahkan, secara ironis, mereka menyebut sebagai bahasanya orang-orang dari dunia keempat,” tentang tingkatan gengsi bahasa, jika ditarik ke dalam kondisi penggunaan bahasa daerah hari ini di Indonesia, bisa jadi menjadi salah satu alasan para orang tua dalam menggunakan bahasa Indonesia saat berkomunikasi dengan anak-anak mereka, alih-alih menggunakan bahasa daerah. Jika tak sepenuhnya, leksikon-leksikon tertentu dalam bahasa yang lebih bergengsi mereka pungut dan dicampuradukkan dengan bahasa yang mereka pakai sehari-hari. Rahardi menyebut laku ini sebagai “menyombongkan diri”. Sementara Alif Danya Munsyi dalam Bahasa Menunjukkan Bangsa 2005 menyebutnya sebagai “kekenesan berbahasa”. Infografik Prestise Bahasa. waktu di bulan Oktober 2003, sebelum meninggalkan sebuah hotel di Yogyakarta, Danya Munsyi diminta untuk menuliskan kesan-kesan terhadap hotel tersebut. Saat hendak menulis, ia melihat tulisan Syamsul Maarif saat itu menteri yang sehari sebelumnya menginap di hotel yang sama. “Like other guests, I feel good stay in Santika. Manajement tahu bagaimana memperlakukan tamu secara profesional,” tulis Maarif yang dipanggil “encik” oleh Danya Munsyi. Demi melihat tulisan itu, ia kemudian mengeluarkan unek-uneknya tentang penyakit “nginggris” yang merasuki orang Indonesia, khususnya kalangan terpelajar, yang menurutnya semestinya lebih mengerti konteks sejarah yang mengiringi lahir dan tumbuhnya bahasa Indonesia. “Bahasa Indonesia menjadi tidak karuan karena pemakainya, terutama kalangan terpelajar, dalam bercakap maupun menulis, tampak seperti kesurupan, jor-joran, menghias bahasa Indonesia dengan kata-kata, istilah-istilah, bahkan kalimat-kalimat tertentu bahasa Inggris. Tidak jelas apa maunya, apakah supaya kelihatan pintar, kelihatan cendekia, ataukah sekadar menunjukkan bakat genit dan kebolehan bersolek?” tegasnya. Kekenesan ini, yakni mencampuradukkan dua bahasa yang memiliki gengsi berbeda, bisa juga terjadi dalam percampuran antara bahasa daerah dengan bahasa Indonesia. Dari sisi sosiolinguistik dan sosiokultural, menurut Kunjana Rahardi, kenyataan sintesis kebahasaan tersebut seolah-olah tidak tersanggahkan. Namun dalam kerangka pembinaan dan pembakuan bahasa, kenyataan kebahasaan ini merupakan spesimen pelanggaran yang perlu diperbaiki. Dalam semangat pemeliharaan dan pemajuan bahasa daerah, pelbagai kenyataan ini tentu mustahak menjadi catatan yang mesti diperhatikan. Memang bukan hal mudah untuk memperbaikinya, namun setiap orang yang masih peduli setidaknya bisa mempertimbangkan usul Ajip Rosidi bahasa daerah bisa dimulai di rumah sehingga tak memotong proses pewarisannya. - Sosial Budaya Penulis Irfan TeguhEditor Ivan Aulia Ahsan
Translationsin context of "MENGGUNAKAN BAHASA UNTUK BERKOMUNIKASI" in indonesian-english. HERE are many translated example sentences containing "MENGGUNAKAN BAHASA UNTUK BERKOMUNIKASI" - indonesian-english translations and search engine for indonesian translations. Nuraini, Umri Bahasa Indonesia 5 : untuk SD/MI kelas V/ Oleh Umri Nur'aini dan Indriyani; editor Nur Kholik, Rocki Farizqi. — Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008
selalumencoba untuk berkomunikasi dengan jelas mudah dimengerti dan menggunakan. Selalu mencoba untuk berkomunikasi dengan jelas mudah. School Muhammadiyah University of Sumatera Utara; Course Title MANAJEMEN 2020; Uploaded By SuperHumanDog525. Pages 15 This preview shows page 10 - 12 out of 15 pages.
Ceritakanpentingnya tumbuhan bagi kelangsungan di bumi! Diskusikan bersama orang tuamu tentang jenis pekerjaan yang membantu tanaman tumbuh dengan baik! Kerjakan pada kolom berikut! Pembelajaran 2 Ayo Belajar 3.1 dan 4.1 SBdP Menggambar adalah suatu proses mengungkapkan gagasan seseorang melalui bahasa gambar. Halini sudah berlangsung sejak zaman dahulu kala. Hasilnya banyak orang Indonesia yang menguasai bahasa Indonesia dan bahasa daerahnya. Bahasa Indonesia digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang berasal dari masyarakat bahasa lain dan bahasa daerah digunakan dengan sesama orang yang berasal dari masyarakat bahasa yang bersangkutan. Banyakorang dalam berkomunikasi menggunakan gaya bahasa kedaerahan misalnya menyatakan kita menjadi kite, siapa menjadi siape, berapa menjadi berape. Hal ini dapat disimpulkan bahwa A. adanya hubungan erat antara individu dengan dialek B. ada kaitan antara bahasa dengan dialek yang diucapkan C. dialek terjadi karena kebiasaan berkomunikasi D. bahasa menujukkan budaya bangsa bersangkutan E 1 pemakaian ragamm bahasa ketika melakukan tindakan berkomunikasi dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat karena bahasa merupakan ciri dari daerah masing masi Terjemahanfrasa BERKOMUNIKASI DENGAN ORANG LAIN MELALUI INTERNET dari bahasa indonesia ke bahasa inggris dan contoh penggunaan "BERKOMUNIKASI DENGAN ORANG LAIN MELALUI INTERNET" dalam kalimat dengan terjemahannya: Berkomunikasi dengan orang lain melalui internet tanpa kesalahpahaman dapat menjadi tantangan bahasa indonesia. MVqy.
  • iyoesx0w0m.pages.dev/987
  • iyoesx0w0m.pages.dev/366
  • iyoesx0w0m.pages.dev/55
  • iyoesx0w0m.pages.dev/898
  • iyoesx0w0m.pages.dev/814
  • iyoesx0w0m.pages.dev/751
  • iyoesx0w0m.pages.dev/16
  • iyoesx0w0m.pages.dev/530
  • orang tuamu selalu menggunakan bahasa daerah untuk berkomunikasi